BAB VIII
AMBANG EKONOMI
Pendahuluan
Dalam setiap keputusan akan suatu tindakan pengendalian yang diambil, terdapat 2 aspek yang harus dipertimbangkan yaitu aspek ekologi dan ekonomi, terutama bila tindakan pengendalian yang akan diambil adalah penggunaan pestisida (fungisida). Aspek ekologi lebih cenderung kepada pengaruh suatu teknik pengendalian terhadap lingkungan, sedangkan aspek ekonomi lebih kepada perhitungan apakah suatu tindakan pengendalian yang akan dilakukan memberikan keuntungan atau sebaliknya. Dalam pokok bahasan ini akan dibicara konsep ekonomi dalam pengambilan keputusan tindakan pengendalian penyakit tanaman.
Setelah membaca pokok bahasan ini, pembaca diharapkan mampu;
1. Memahami konsep ekonomi dalam pengelolaan penyakit
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ALE
3. Memahami perbedaan konsep aras luka ekonomi dan ambang ekonomi
KONSEP ARAS LUKA EKONOMI
Konsep aras luka ekonomi untuk pertama kalinya dikemukan oleh ahli entomologi. Dalam konsep aras luka ekonomi terdapat 3 komponen/element utama yaitu kerusakan ekonomi, aras luka ekonomi, dan ambang ekonomi.
a. Kerusakan ekonomi
Kerusakan ekonomi merupakan komponen dasar dari konsep aras luka ekonomi. menurut Stern et all. Kerusakan ekonomi adalah jumlah atau tingkat kerusakan yang dapat kita gunakan ssebagai dasar untuk mengeluarkan biaya melakukan tindakan pengendalian. Kerusakan ekonomi ini dimulai pada saat besarnya kerugian akibat kerusakan sama dengan biaya pengendalian yang dikeluarkan.
Dalam memahami kerusakan ekonomi ini, kita harus bisa membedakan pengertian antara luka (injury) dan kerusakan (damage). Luka lebih diartikan pada efek keberadaan penyakit pada tanaman inangnya (misal menyebabkan bercak, layu, dll), sedangkan kerusakan lebih pada pengukuran (lebih pada dampak ekonomi) efek keberadaan penyakit pada tanaman inangnya (misal menurunkan hasil dan kualitas).
Penentuan kerusakan ekonomi ini sangat penting, karena petani dapat menentukan kapan tindakan pengendalian harus dilakukan, sehingga kerugian akibat penyakit dapat diminimalkan. Konsep kerusakan ekonomi ini akan berdampak pada besarnya hasil yang akan diperoleh petani dari usaha pengendalian yang dilakukannya. Besarnya nilai yang dapat diselamatkan dari tindakan pengendalian atau yang biasa disebut ambang perolehan dapat dihitung dengan rumus
Perhitungan seperti diatas diharapkan petani dapat menentukan kapan tindakan pengendalian harus dilakukan agar biaya pengendalian yang dikeluarkan tidak melebihi niali kehilangan hasil akibat penyakit yang dapat diselamatkan.
b. Aras Luka Ekonomi (Ambang Kerusakan)
Tujuan akhir dari tindakan pengendalian penyakit adalah untuk menekan penyakit pada level yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi baik pada jumlah maupun kulitas hasil, dengan demikian ambang kerusakan (tingkat kerusakan ekonomi) haruslah diketahui untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat adanya penyakit.
Tingkat/level xt tertinggi yang dapat menimbulkan kerusakan ekonomi disebut juga dengan aras luka ekonomi atau dalam entomologi “jumlah kepadatan populasi terendah yang dapat menyebabkan kerusakan secara ekonomi”. Secara matematika pengukuran ALE dapat modelkan sebagai berikut
Yang mana;
C = Biaya pengendalian
P = harga komoditi
e = intensitas penyakit (ALE)
d = koefisien proporsi kehilangan hasil
k = keefektifan tindakan pengendalian.
Bila besarnya nilai d dan k tidak dapat diukur/ditentukan secara langsung, maka digunakan analisis regresi dengan persamaan
Sehingga nilai ALE dihitung dengan rumus
dimana nilai b didapat dari persamaan regresi diatas.
Nilai ambang kerusakan ini bervariasi bergantung pada tanaman, penyakit, dan ekonomi lokal, sehingga dari musim ke musim atau dari daerah ke daerah bisa saja berbeda-beda nilai ambang kerusakan ini, meskipun penyakitnya sama.
c. Ambang ekonomi (ambang tindakan)
Selain berdasarkan pada nilai ALE pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan pengendalian adalah menggunakan ambang ekonomi (AE). Ambang ekonomi adalah suatu tingkat/level kerusakan penyakit (keparahan penyakit) yang mengharuskan dilakukan pengendalian sehingga penyakit tidak berkembang mencapai ALE. Dengan kata lain AE adalah ambang tindakan (action threshold). Nilai AE lebih rendah dari ALE, sehingga petani mempunyai kesempatan melakukan tindakan pengendalian untuk mencegah berkembangnya penyakit mencapai/melebihi ALE. Dengan demikian diharapkan tindakan pengendalian yang dilakukan selain menekan penyakit (keparahan penyakit) mencapai level yang dapat menimbulkan kerusakan ekonomi, juga diharapkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian lebih rendah (setidaknya sama dengan) nilai kehilangan hasil yang dapat diselamatkan oleh tindakan pengendalian tersebut.
Model perkembangan penyakit, baik monosiklik dan polisiklik r (R) adalah laju perkembangan penyakit, dimana nilainya bervariasi bergantung pada virulensi patogen, ketahanan tanaman inang, dan lingkungan yang mendukung. Jika xo, r dan ambang kerusakan telah diketahui, maka dapat diprediksikan kapan penyakit akan mencapai/melebihi nilai ambang kerusakan, sehingga petani harus tahu kapan harus melukan tindakan pengendalian (pada waktu yang tepat).
Nilai AE ini bukanlah nilai yang konstan (statik) tetapi bervariasi bergantung pada ALE (ketahan tanaman), fase pertumbuhan tanaman pada saat patogen menginfeksi tanaman, keadaan iklim, geografi daerah, dan system budidaya.
RINGKASAN
Uraian tentang konsep aras luka ekonomi dalam pengambilan keputusan tindakan pengendalian menenkankan pada efisiensi tindakan pengendalian dalam suatu usaha pertanian. Dengan pemahaman yang baik dan pengukuran yang benar di harapkan petani dapat menentukan kapan waktu yang tepat (dan tidak tepat) untuk melakukan pengendalian terutama pengendalian menggunakan fungisida. Sehingga tindakan pengendalian yang dilakukan memberikan keuntungan (dalam arti besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian lebih kecil atau sama dengan besarnya nilai kehilangan hasil yang dapat diselamat dari tindakan pengendalian yang dilakukan tersebut),
LATIHAN
1. Manakah yang lebih luas aras luka ekonomi atau ambang ekonomi? Jelaskan!
2. Sebutkan faktor-faoktor yang mempengaruhi nilai ALE dan AE?
3. Mengapa AE disebut juga dengan ambang tindakan?
DAFTAR PUSTAKA
Zadok, J, C, R.D Schein. 1979. Epidemilogy and Plant Disease Management. Oxford University Press, 417p
James, WC. 1974. Crop loss assessment and modeling (chapter 14)
BAB IX
EPIDEMIOLOGI DALAM AGROEKOSISTEM
Pendahuluan
Ekosistem terbentuk karena adanya interaksi antar komponen yang menyusunnya, baik komponen biotik ataupun abiotik. Secara alami, ekosistem selalu berada dalam kesetabilan dan tidak pernah terjadi peledakan populasi spesies tertentu. Sejak pertanian ada sebagian ekosistem alami terganti oleh ekosistem pertanian (agroekosistem). Dalam agroekosistem, karena keragaman (diversity) dan kompleksitasnya (complexity) yang rendah, sering terjadi peledakan suatu populasi tertentu sehingga tidak lagi terjadi keseimbangan. Dan dalam ekosistem pertanian inilah epidemi suatu penyakit tanaman sering terjadi.
Setelah membaca topik ini, pembaca diharapkan mampu;
1. Menjelaskan perbedaan antara ekosistem alami dan ekosistem pertanian (agro-ekosistem.
2. Memahami komponen-komponen dalam ekosistem
3. Membandingkan karakteristik ekosistem alami dan ekosistem buatan
4. Menjelaskan mengapa penyakit lebih berkembang dalam ekosistem buatan
5. Menjelaskan mengapa epidemi jarang terjadi dalam ekosistem alami
9.1. Konsep Ekosistem
Ekosistem merupakan kumpulan beberapa komunitas baik hewan dan tumbuhan yang saling berinteraksi (timbal balik) antar mahluk hidup maupun mahluk hidup dengan lingkungannya. Sedangkan komunitas adalah kumpulan beberapa populasi mahluk hidup yang menempati suatu tempat tertentu. Komunitas tersusun atas beberapa populasi. Populasi adalah kumpulan beberapa mahluk hidup (satu spesies) yang sama baik tumbuhan maupun hewan.
Perlu dipahami bahwa ekosistem bukan merupakan tingkat interaksi tertinggi dalam ekologi. Kumpulan dari beberapa ekosistem yang memiliki tipe vegatasi sama disebut biomes, misal tundra, savanna, padang pasir dan lain-lain, sedangkan keseluruhan biomes disebut biosfer. Biosfer ini meliputi seluruh bagian bumi tempat dimana ada kehidupan. Dalam ekologi juga dikenal istilah biocenosis, yaitu komunitas yang kecil, misalnya komunitas organisme yang hidup dalam suatu kolam.
Ekosistem tersusun dari dua komponen utama yaitu komponen abiotik yang meliputi seluruh mahluk hidup (produsen, konsumen, dan pengurai) dan komponen abiotik yang meliputi iklim dan materi. Hubungan timbal balik antar komponen dapat dilihat antara lain dari rantai makanan dan pola keragaman pada waktu dan tempat tertentu. Oleh karena adanya hubungan yang komplek (hubungan mahluk hidup dengan mahluk hidup lain dan mahluk hidup dengan lingkungannya) dalam suatu ekosistem, perubahan satu komponen maka akan berdampak pada seluruh ekosistem tersebut.
Secara umum ekosistem dibagi dalam dua bentuk yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Contoh ekosistem alami adalah hutan hujan tropis dan gurun pasir, sedangkan ekosistem buatan contohnya ekosistem pertanian. Dalam ekosistem alami, eksistensi suatu penyakit pada tanaman inangnya biasanya endemik di suatu tempat tertentu, dan akan menjadi epidemi dalam suatu pola tanam monokultur. Ekosistem pertanian sebagai bentuk ekosistem buatan sangat rawan (tempat yang mendukung) untuk terjadinya epidemi suatu penyakit karena pada umumnya ekosistem pertanian vegetasinya hanya sejenis (monokultur). Perbedaan yang mendasar antara ekosistem alami dengan ekosistem buatan adalah pada kompleksitasnya dan keragamannya.
Pemahaman mengenai konsep ekosistem sangat diperlukan untuk membantu kita dalam memahami pertanian sebagai suatu sistem, tempat dimana penyakit tanaman berada, tempat terjadinya evolusi patogenisitas dan resistensi, dan pengaruh pertanian pada interaksi patogen dengan tanaman inangnya.
Sifat atau karakteristik yang spesifik dari agroekosistem adalah adanya campur tangan manusia. Agroekosistem biasanya lebih sederhana susunannya dibanding dengan ekosistem alami, keragamannya rendah baik jenis maupun jumlah, dan juga kecilnya interaksi antar spesies dalam populasi. Pada umumnya dalam agroekosistem tanaman ataupun hewan yang tidak diinginkan akan dikendalikan (termasuk patogen), sedang populasi yang paling dominan adalah yang dikehendaki oleh manusia yang mengelolanya. Dalam keadaan seperti ini (populasi tanaman sejenis yang melimpah) akan meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit.
Pola interaksi dan fungsi komponen-komponen dalam ekosistem dapat digambarkan dalam piramida ekologi (konsep aras tropi dalam ekosistem). Dalam konsep ini masing-masing populasi dalam komunitas mempunyai peranan dalam aliran energi dan materi. Secara umum, perbedaan jenis organisme dapat dipisahkan kedalam aras tropik, tergantung pada sumber energi dan materi yang mereka gunakan. Kelompok paling dasar terdiri atas produsen yang meliputi tumbuhan hijau dan berbagai bakteri autotropik. Kelompok ini dapat membuat makanannya sendiri. Kelompok diatasnya adalah konsumen (organisme heterotrop). Konsumen dapat dipisahkan dalam tingkat tertentu, yaitu;
1. konsumen pertama (heterotrop, termasuk patogen, herbivora) mendapat makanan langsung dari produsen,
2. konsumen kedua (hiperparasit, predator, carnivora) yang mengambil makanan dari konsumen pertama.
Interaksi diatas dapat diilustrasikan dalam piramida ekologi berikut:
Ekosistem pertanian banyak terjadi perubahan-perubahan karena adanya campur tangan manusia. Apa yang kita anggap benar dalam suatu ekosistem alami tidaklah selalu berlaku dalam ekosistem pertanian. Ekosistem pertanian campur tangan manusia sangat mempengaruhi keseimbangan yang ada. Pengolahan tanah dan pengendalian tanaman pengganggu akan menurunkan kompetisi tanaman kompetitor yang lain, sedangkan penambahan pupuk akan meningkatkan produktivitas produsen dan penggunaan fungisida akan menurunkan kompetisi konsumen tingkat pertama. Penggunaan tanaman yang tahan juga akan mempengaruhi interaksi yang ada.
Dalam suatu ekosistem (baik alami maupun buatan) keberadan jamur (pathogen ataupun pengurai/saprofit) mempunyai peranan yang penting dalam siklus dan aliran energi dalam ekosistem. Tumbuhan atau hewan yang mati maka akan diuraikan menjadi molekul yang lebih sederhana oleh mikroorganisme mikroskopik, bakteri, dan jamur. Hal ini sangat penting (membantu) dalam siklus oksigen, karbon, nitrogen, dan air. Mikroorganisme pengurai disebut juga sapropit. Di lain pihak jamur juga berada/menepati aras tropi lain. Dalam hal ini jamur termasuk sebagai parasit yang hidup tergantung pada produsen atau bisa juga disebut konsumen tingkat pertama, seperti herbivora dalam dunia hewan. Selain sebagai pengurai dan konsumen tingkat kedua, jamur juga dapat menempati aras tropi ketiga (konsumen tingkat dua) yang mendapat makanan dari konsumen pertama. Sebagai contoh adalah jamur yang menyerang serangga ataupun jamur yang memarasit jamur lain. Peran jamur dalam dalam ekosistem dapat tabel berikut
Aras tropi jamur dalam ekosistem:
Cara hidup Tropik level
hiperparasit
parasit obligat
parasit fakultatif
sapropit konsumen tingkat dua
konsumen tingkat pertama
dekomposer
Tabel diatas dapat dilihat bahwa jamur pada awalnya (sebagian besar) bersifat saprofit. Setelah mengalami evolusi dalam jangka waktu yang lama, sebagian beradaptasi dan berkembang menjadi parasit dengan berbagai tingkat parasitisisme. Perkembangan jamur dari sprofit ke parasit adalah evolusi yang terjadi secara berulang pada beberapa waktu pada beberapa jenis jamur. Apapun tingkat aras tropi jamur, jamur (penyakit tanaman) merupakan bagian dari sistem alami. Ketika manusia mulai campur tangan, manusia menyebabkan perubahan dalam sistem alami, membuat sistem yang sederhana (ekosistem pertanian), memanipulasi genetik tanaman secara bersamaan yang secara tidak langsung menyebabkan co-evolusi genetik parasit. Dengan kata lain aktifitas manusia mendorong terjadinya epidemi.
Uraian diatas jelas bahwa jamur (penyakit) merupakan komponen alami dalam ekosistem. Dalam beberapa kasus, tropik level dari jamur adalah adalah parasit obligat (konsumen tingkat pertama), tetapi dalam beberapa kasus, terlihat bahwa hal itu adalah interaksi alami dan saling ketergantungan yang pada akhirnya membentuk keseimbangan (homeostasis). Jika waktu terjadinya interaksi antara tanaman inang dan parasit cukup lama untuk berkembang bersama, maka penyakit berada pada level yang rendah (tidak merugikan).
Sudah sejak lama ekosistem alami komponen-komponennya berkembang membentuk keseimbangan. Berbagai tipe vegetasi bercampur dan saling berhubungan, sistem yang dinamis, komposisi spesies, penyebaran spesies, dan kepadatan spesies yang semuanya berjalan secara alami dan teratur. Dalam sistem seperti ini jamur memiliki beberapa peran diantaranya adalah sebagai parasit. Berlawanan dari hal diatas, kepadatan dan keragaman spesies yang rendah, parasit berkembang, dengan memanfatkan berbagai mekanisme untuk bertahan melawan perubahan ketahanan tanaman inangnya. Sifat resistansi tanaman berkembang dengan adanya respon trhadap infeksi parasit. Dengan alasan ini, dalam ekosistem alami, peledakan epidemi penyakit akan jarang terjadi dan terbatas pada tempat dan waktu tertentu.
RINGKASAN.
Ekosistem secara umum dibedakan menjadi dua yaitu ekosistem buatan dan ekosistem alami. Dari segi susunannya, pada umumnya ekosistem alami lebih komplek dan lebih beragam. Dalam ekosistem alami semua komponen penyusunnya berinteraksi membentuk suatu kesetabilan sedangkan dalam ekosistem buatan karena keragamannya yang rendah maka tingkat interaksinya pun rendah. Pada ekosistem alami jamur (penyakit tanaman) memainkan peran yang penting dan selalu dalam keseimbangan sehingga tidak merupakan suatu masalah. Pada ekosistem buatan, oleh karena adanya campur tangan manusia maka jarang terjadi keseimbangan, dan disini jamur dapat berkembang melewati batas sehingga timbul masalah, dengan kata lain aktifitas manusia mendorong terjadinya epidemic suatu penyakit.
LATIHAN.
1. Jelaskan perbedaan antara ekosistem alami dan ekositem buatan?
2. Sebutkan dan jelaskan komponen penyusun ekosistem?
3. Jelaskan perbedaan karateristik ekosistemalami dan ekosistem buatan?
4. Jelaskan mengapa epidemi penyakit jarang terjadi dalam ekosistem alami?
5. Jelaskan mengapa aktivitas manusia dalam ekosistem dapat mendorong terjadinya epidemi?
DAFTAR PUSTAKA
Agro-ecosystems Man and Disease
BAB X
PENGELOLAN PENYAKIT TANAMAN
Pendahuluan
Pemahaman konsep epidemi dalam pengelolaan suatu penyakit tanaman merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu tindakan pengendalian penyakit tanaman. Pemahaman yang baik diharapakan dalam pemilihan teknik dan penentuan waktu pengendalian dapat dilakukan dengar benar, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Epidemiologi sebagai salah satu cabang ilmu penyakit tumbuhan yang mempejalari perkembangan penyakit dalam suatu populasi memiliki peran yang penting dalam pengotimalan usaha pengelolaan penyakit tumbuhan. Dalam bab ini akan dibahas tentang pengelolaan penyakit tumbuhan yang berbasis pada pengetahuan epidemi suatu penyakit tanaman
Setelah mempelajari/membaca pokok bahasan ini, pembaca diharapkan mampu:
1. Memahami konsep dasar pengendalian penyakit tanaman
2. Memahami konsep pengelolaan penyakit tanaman yang berbasis pada pengetahuan epidemi
3. Memahami beberapa strategi dalam pengelolan penyakit tanaman yang berbasis pada pengetahuan epidemi
4. Menjelaskan beberapa taktik dalam strategi pengelolan penyakit tanaman yang berbasis pada pengetahuan epidemi
10.1. Strategi dan Taktik
Sejak manusia membudidayakan tanaman, manusia mulai merasakan adanya gangguan hama dan penyakit terhadap tanamannya. Berbagai usaha pun dilakukan untuk mengurangi gangguan tersebut. Perkembangan pengetahuan manusia terhadap cara pengendalian penyakit tanaman pun berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Pada awalnya manusia cenderung melakukan tindakan pemberantasan (menghilangkan sampai habis atau nol) terhadap patogen yang menginfeksi tanaman tanpa memperhatikan aspek ekonomi dan ekologi dari tindakan yang dilakukan tersebut. Perkembangan selanjutnya, manusia tidak lagi melakukan pemberantasan tetapi pengendalian. Pengendalian merupakan usaha untuk mengurangi suatu penyakit dengan satu/lebih teknik tertentu tanpa bermaksud memberantas sampai nol. Tindakan pengendalian pada umumnya dilakukan setelah suatu penyakit diketahui sudah berasosiasi dengan tanaman.
Perkembangan selanjutnya adalah apa yang disebut dengan pengelolaan penyakit tanaman (plant disease management). Konsep ini berkembang dari konsep yang dikembangkan ahli entomologi yaitu konsep pengelolaan hama terpadu. Konsep pengelolaan penyakit tanaman merupakan usaha yang terintegrasi dengan sistem budidaya tanaman dan tindakan pengendalian suatu penyakit tanaman adalah salah satu bagian dalam konsep ini.
Untuk membedakan pengertaian strategi dan taktik cobalah pahami contoh berikut; dalam usaha pengendalian/menekan suatu penyakit tanaman agar tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi tidak dapat melakukan usaha pengenalian dengan cara mengurangi jumlah inokulum awal dan lain sebagainya. Tindakan untuk mengurangi jumlah inokulum awal dapat kita dilakukan dengan cara sanitasi, memhilangkan tanaman inang alternatif, rotasi tanam dan lain-lain. Dari contoh diatas jelas bahwa antara strategi dan taktik adalah suatu hal yang berbeda.
10.2. Prinsip-prinsip Dasar Pengendalian Penyakit
Sering kali suatu teknik pengendalian tidak dapat dilakukan pada berbagai tempat tang berbeda, kalaupun bisa efek dari pengendalian tersebut akan berbeda dengan daerah lain. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan cuaca, curah hujan yang berbeda, tanah, cara bercocok tanam, dan lian-lain.
Pada prinsipnya semua teknik pengendalaian bertujuan untuk menekan suatu penyakit sehingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis. Secara umum prinsip dasar pengendalian penyakit tanaman dapat digolongkan menjadi 6 yaitu: ekslusi, eradikasi, proteksi, resistensi, penghindaran, dan terapi.
1. Ekslusi (exclusion); merupakan usaha untuk mengendalikan suatu penyakit dengan cara mencegah masuknya suatu inokulum patogen kedaerah lain.
2. Eradikasi (eradication); usaha untuk mengendalikan suatu penyakit dengan cara menghilangkan inokulum ataupun tanaman inang (tanaman inang alternative) atau juga dengan menonaktifkan inokulum yang ada.
3. Proteksi (protection); usaha untuk mengendalikan suatu penyakit dengan cara meningkatkan ketahanan tanaman.
4. Penghindaran (avoidance); merupakan usaha untuk mengendalikan suatu penyakit dengan cara memilih waktu dimana inokulum suatu penyakit tidak ada atau konsidi yang kurang tepat untuk berkembangan penyakit.
5. Terapi (therapy); usaha untuk mengendalikan suatu penyakit dengan cara memberikan perlakuan pada bagian tanaman sebelum ditanam.
10.3. Konsep dasar pengelolaan penyakit dalam epidemiologi
Pada pokok bahasan yang terdahulu telah dibicarakan tentang model-model perkembangan penyakit. Dalam pokok bahasan pengelolaan penyakit tanaman, model perkembangan penyakit yang digunakan hanya model perkembangan penyakit monosiklik dan polisiklik, sedangkan model polietis tidak dibahas karena merupakan model kombinasi antara monosiklik dan polisiklik
Model perkembangan penyakit monosiklik merupakan model perkembangan penyakit yang mengikuti linear sedangkan model polisiklik adalah eksponensial. Secara matematika kedua model tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Model Monosiklik
Model Polisiklik
Yang mana:
Q dan x0 = jumlah inokulum awal,
R dan r = kecepatan infeksi,
t = waktu, dan
e = 2,72 (bilangan alam)
Keedua model tersebut dapat kita lihat bahwa ada 3 (tiga) cara yang dapat kita lakukan untuk menekan x yaitu;
1. menekan jumlah inokulum awal (Q dalam model monosiklik dan x0 pada polisiklik), (sebenarnya x0 menunjukkan lebih kepada keterjadian penyakit, tetapi dapat pula digunakan senagai petunjuk jumlah inokulum awal),
2. menekan kecepatan infeksi (R dalam model monosiklik dan r dalam polisiklik), dan
3. menekan durasi/waktu untuk terjadinya epedemi (waktu, t, pada akhir epidemi).
Model monosiklik semua komponen (Q, R, dan t) memiliki kemampuan yang sama untuk meningkatkan nilai x, sedangkan pada model polisiklik hanya x0 yang sangat berperan dalam meningkatkan x.
Ketiga strategi diatas dapat digunakan sebagai konsep/prinsip utama untuk pengendalian penyakit tanaman dalam epidemiologi, dan juga untuk merencanakan taktik/teknik pengendalian suatu penyakit dengan memanfaatkan satu atau semua strategi tersebut.
a. Model Monosiklik
Dari model diatas jelas bahwa Q, R, dan t mempunyai pengaruh yang sama besar terhadapat x (linear). Pengurangan jumlah inokulum awal (Q) atau pengurangan laju infeksidari pathogen akan berdampak pada berkurangnya tingkat penyakit dengan proporsi yang sama pada waktu tertentu. Jika t dapat dikurangi (misalnya dengan penanaman lebih awal), maka penyakit akan berkurang secara proporsional.
b. Model polisiklik
• jika r sangat tinggi, pengaruh langsung dari pengurangan x0 yaitu akan memperlambat terjadinya epidemi.
• jika r sangat tinggi, x0 harus ditekan/dikurangi sampai pada level yang rendah untuk mendapatkan effect yang significan pada epedemi.
• pengurangan r memiliki efek yang relative lebih besar pada terjadinya epidemi dari pada mengurangi x0.
• pengurangan x0 akan memberikan hasil yang baik bila r dari suatu pathogen adalah rendah atau bila r juga ditekan.
Empat konsep diatas akan lebih mudah dipahami atau diingat bila nilai x0 dan r kita gunakan dalam model matematikan.
c. Modifikasi Prinsip dasar pengelolaan penyakit
Untuk membuat perubahan pemahaman tentang konsep pengendalian ke pengelolaan penyakit, perlu kiranya sedikit modifikasi prinsip dasar pengendalian penyakit dengan cara menyesuaikannya dengan tiga konsep utama strategi pengelolaan penyakit.
d. Taktik untuk menekan jumlah inokulum awal
• Avoidance—mengurangi tingkat penyakit dengan memilih waktu/musim atau tempat dimana jumlah inokulum suatu penyakit rendah atau memilih tempat dimana lingkungan tidaka mendukung untuk terjadinya infeksi
• Exclusion—mengurangi jumlah inokulum awal dengan mencegah masuknya sumber inokulum ke daerah lain.
• Eradication—mengurangi jumlah inokulum dengan menghilangkan sumber inokulum (sanitasi, menghilangkan tanaman inang, dll.)
• Protection—menekan tingkat infeksi awal dengan penyemprotan atau penghambat lain untuk terjadinya infeksi
• Resistance—menggunakan varietas tahan
• Therapy—secara fisik dan juga kimiawi
e. Taktik untuk menekan laju perkembangan penyakit
• Avoidance—pemilihan tempat yang tidak mendukung untuk perkembangan penyakit
• Exclusion—mengurangi masuknya inokulum penyakit dari daerah yang mengalami endemi
• Eradication—menekan produksi inokulum dengan menghilangkan inang alternative dan sanitsi
• Protection—dengan penyemprotan fungisida
• Resistance—penanaman varietas tahan
• Therapy—merawat tanaman yang telah terinfeksi atau menekan produksi inokulumnya.
f. Taktik menunda terjadinya epidemi
• Avoidance—penanaman kultivar genjah (berumur pendek)
• Exclusion—karantina
RINGKASAN
Tujuan akhir dari suatu tindakan pengendalian penyakit tanaman adalah untuk menekan suatu penyakit sampai batas yang tidak menyebabkan kerusakan secara ekonomi. Epidemiologi memberikan kepada kita bahwa tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan tiga konsep dasar (strategi) atau cara yaitu (1) dengan mengurangi (atau menghambat) penyakit pada awal musim (X0), (2) dengan menekan laju perkembangan penyakit (r) selama periode pertumbuhan tanaman, dan (3) dengan menghambat watu terjadinya suatu epidemi.
Hal penting yang harus dipahami adalah bahwa pada dasarnya pengembangan strategi pengelolaan penyakit memerlukan pengetahuan yang cukup akan biologi dari pathogen dan tanaman inangnya untuk menentukan model epidemilogi yang tepat. Disamping itu juga diperlukan estimasi mengenai pengukuran model dan besarnya dampak dari masing-masing taktik pada jumlah inokulum atau laju infeksi yang terlihat. Sehingga kesalahan akan dapat diminimalkan.
LATIHAN
1. Jelaskan konsep dasar pengendalian penyakit dan berikan contohnya
2. Jelaskan tiga konsep utama (strategi) pengelolaan penyakit dalam epidemiologi dan berikan contohnya (taktik)
DAFTAR PUSTAKA
WWW.Aspnet.org/education/advancedPlantPath/Topics/Epidemiologi/Managent Strategies.htm.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar